you're reading...
Artikel PBJ

Masalah Kontrak Dan Kontrak Bermasalah


Penulis: Rahfan Mokoginta (Praktisi Dan Trainer PBJ; PNS Dinkes Kota Kotamobagu)

Pengertian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa secara eksplisit dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (Perpres 54/2010) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 1 angka 22 Perpres 54/2010 menyebutkan pengertian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagai perjanjian tertulis antara Pejabat Pembuat Komiten (PPK) dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.

Dalam Pasal 1313 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) perjanjian atau overencoomst diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Dari pengertian tersebut, setidaknya ada dua hal yang terkandung dalam suatu perjanjian, yaitu adanya perbuatan dan adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri.

Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yaitu perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi tersebut meliputi perbuatan memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata). Kelalaian dalam pelaksanaan prestasi tersebut dinamakan wanprestasi atau cidera janji.

Sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Suatu perjanjian dianggap sah jika memenuhi empat persyaratan, yaitu: 1). adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; 2). adanya kecakapan untuk membuat perjanjian; 3) adanya suatu hal tertentu; dan 4). adanya suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sehingga disebut sebagai Syarat Subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat menyangkut obyek maka disebut sebagai Syarat Obyektif. Jika persyaratan subyektif tidak terpenuhi maka konsekuensi hukumnya adalah perjanjian dapat dibatalkan (voidable), sedangkan jika syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum (void/nietig).

KUH Perdata juga mengatur tentang asas-asas perjanjian.  Setidaknya ada lima asas yang harus diperhatikan dalam membuat suatu perjanjian, yaitu: 1). Asas kebebasan berKontrak (freedom of contract); 2). Asas konsensualisme (concsensualism); 3). Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda); 4). Asas itikad baik (good faith); dan 5). Asas kepribadian (personality).

Asas kebebasan berKontrak (freedom of contract); Setiap orang dapat secara bebas membuat suatu perjanjian selama perjanjian tersebut memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum.

Asas kepastian hukum (pacta sunt serrvanda); Suatu perjanjian yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, sepatutnya para pihak wajib mematuhi segala ketentuan yang telah disepakati.

Asas konsensualisme (concensualism); konsensualisme berarti adanya kesepakatan (consensus) diantara para pihak. Pada dasarnya kesepakatan sudah lahir sejak detik pertama tercapainya kata sepakat. Dalam Kontrak pengadaan barang/jasa, kesepakatan telah tercapai pada saat Kontrak ditanda tangani oleh para pihak.

Asas itikad baik (good faith); Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.

Asas kepribadian (personality); isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal dan tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya dalam Kontrak. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Dalam Kontrak pengadaan barang/jasa, PPK sebagai pihak pertama bertindak untuk dan atas nama Negara, sedangkan Penyedia merupakan pihak kedua yang berindak untuk dan atas nama suatu korporasi atau untuk dirinya sendiri.

Beberapa permasalahan yang umumnya terjadi terkait Kontrak pengadaan barang/jasa, antara lain keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan pembayaran yang tidak sesuai dengan prestasi pekerjaan. Sebenarnya masih banyak permasalahan yang lain, namun dalam tulisan kali ini Penulis membatasi pada dua hal tersebut.

Keterlambatan penyelesaian pekerjaan harus disikapi secara arif oleh masing-masing pihak yang terikat dalam Kontrak. Menjadi tidak fair (menurut saya) tatkala Penyedia/Kontraktor harus selalu disalahkan akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Keterlambatan tidak perlu terjadi jika PPK benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana dan pengendali Kontrak (Pasal 11 ayat (1) Perpres 54/2010).

PPK dan semua tim pendukungnya (terutama Konsultan Pengawas Konstruksi) seharusnya mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan sejak awal. Jika hal ini benar-benar dilakukan, indikasi keterlambatan dapat diketahui dan ditangani lebih cepat. Dalam praktiknya, seringkali justeru PPK-lah yang lalai dalam melakukan tugas pengendalian Kontrak. Pada akhirnya, Penyedia harus menanggung denda keterlambatan, tindakan pemutusan Kontrak secara sepihak, bahkan pengenaan sanksi pencantuman dalam daftar hitam (blacklist).

Singkatnya waktu pelaksanaan juga menjadi alasan yang wajar suatu pekerjaan tidak selesai (terutama pekerjaan konstruksi). Jika secara teknis suatu pekerjaan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena alasan waktu yang tidak cukup, sebaiknya jangan dipaksakan. Kondisi seperti ini umumnya dialami jika pengadaan barang/jasa dilaksanakan menjelang atau bahkan pada triwulan keempat tahun anggaran berkenaan.

Permasalahan berikutnya adalah pembayaran yang tidak sesuai dengan prestasi pekerjaan. Tindakan tersebut seringkali dilakukan pada saat mendekati akhir tahun anggaran. Alasan klasiknya tidak lain adalah untuk “menyelamatkan” anggaran, sehingga walaupun pekerjaan belum selesai atau bahkan belum dilaksanakan sama sekali namun pembayarannya sudah seratus persen. Akibatnya, tidak sedikit yang harus berurusan dengan aparat berwenang karena diduga melakukan tindakan merugikan keuangan Negara.

Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara secara tegas menyatakan bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. Selain itu, dalam Perpres 54/2010 juga diatur tentang cara pembayaran harus dilakukan sesuai dengan prestasi pekerjaan.

Berbagai regulasi dan sistem yang mengatur tentang Pengadaan Barang/Jasa maupun Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk dijadikan pedoman pelaksanaan. Namun, sebaik apapun regulasi dan sistem yang sudah dibuat semuanya tergantung kepada individu yang menjalankannya.

Harus diingat bahwa dana yang bersumber dari APBN maupun APBD adalah uang rakyat. Oleh karena itu, sejatinya setiap rupiah yang mengalir keluar dari Kas Negara/Daerah harus dapat dipertanggungjawabkan serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Wallahualam Bissawab……

Telah dimuat di Harian Radar Totabuan (JPNN), edisi Kamis 15 Maret 2012

About Rahfan Mokoginta

Procurement Trainer Certified LKPP// Procurement Specialist// PNS Pemerintah Kota Kotamobagu - Sulawesi Utara// HP/WA : 082293683022// Email : mokogintarahfan@gmail.com

Diskusi

6 respons untuk ‘Masalah Kontrak Dan Kontrak Bermasalah

  1. Mohon ijin di copas pak jendral 🙂
    Selamat ya atas kelahiran putra kembarnya, semoga menjado penerus ahli pengadaan.. mantap!

    Suka

    Posted by heldi.net (@heldi_bogor) | 15 Mei 2012, 12:49 pm
  2. Monggo Kang Heldi. Jenderal karena anaknya sudah empat 🙂
    Terimakasih atas do’anya, Amin.

    Suka

    Posted by Rahfan Mokoginta | 15 Mei 2012, 5:08 pm
  3. Pak ,bagaimana pembayaran untuk pengawas pekerjaan konstruksi yang penyedianya di putus kontrak?

    Suka

    Posted by Heidy | 19 Desember 2013, 8:22 am
  4. @ Heidy
    Pembayarannya sesuai prestasi yang dicapai oleh Konsultan Pengawas saat dilakukan pemutusan kontrak pekerjaan Konstruksi.

    Suka

    Posted by Rahfan Mokoginta | 31 Desember 2013, 11:46 am
  5. Artikel yg baik slnjutnya saya bertanya ttg cara penamtabahan waktu kontrak dgn alasan ada perubahan desain…..para auditor berbeda pandangan….parahnya..jika sampai keranh hukum…bgmna justifikasi yg baik utk itu trima kasih

    Suka

    Posted by Efendi tilome | 8 Desember 2017, 6:41 am

Trackbacks/Pingbacks

  1. Ping-balik: Pengadaan Barang/Jasa, Cerita ttg Kota Bogor, PNS online - 10 Agustus 2012

Tinggalkan komentar

Rahfan Mokoginta

Procurement Trainer Certified LKPP; Procurement Specialist; PNS Pemerintah Daerah Kota Kotamobagu – Sulawesi Utara; Kontak: Hp. 085298999383, WA. 082293683022, Email: mokogintarahfan@gmail.com, PIN BBM: D905C5EF

PENGUNJUNG

TOTAL HITS

  • 2.607.189 Hits sejak 21/01/ 2012

STATUS ANDA

IP

FLAGCOUNTER

Sejak 22 Februari 2012 free counters

Dapatkan update artikel, berita, dan contoh format PBJ secara gratis. Silahkan masukan alamat email anda di bawah ini kemudian klik tombol \"Berlangganan\"

Bergabung dengan 2.224 pelanggan lain

Komentar Terbaru

gerardus ikanubun pada Download
ZETKAMBARO pada Contoh Dokumen Dan Format Peng…
Reymor Maka Ndolu pada Forum
Satria pada Contoh Dokumen Pemilihan Penga…
ronin81 pada Jadwal Bimtek & Ujian Sert…
panu rangga pada Contoh Dokumen Dan Format Peng…
insanbimamandiri pada Download
syahraeni salim pada Contoh Format SK PPTK Berdasar…
Hadi Hakim pada Download
tom pada Contoh Format SK PPTK Berdasar…